Laman

Sabtu, 07 Mei 2011

Referat: Retensio Plasenta Posted on January 4, 2007 by Alhamsyah Blog Pendahuluan Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (early postpartum hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (late postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan. Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena: a). plasenta belum lepas dari dinding uterus; atau b). plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan. Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena: a). kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva); b). plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta). Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). Insiden Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%–60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16%–17% Di RSU H. Damanhuri Barabai, selama 3 tahun (1997–1999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%) berakhir dengan kematian ibu. Anatomi Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis). Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis. Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua. Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin. Etiologi dan Patogenesis Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta. Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat oto miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti. Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu: 1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis. 2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm). 3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa. 4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta : 1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring. 2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi di cornu; dan adanya plasenta akreta. 3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus. Gejala Klinis a. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan. b. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus. Pemeriksaan Penunjang a. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat. b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain. Diagnosa Banding Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua. Penanganan Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah: a. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah. b. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi. c. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus. d. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus. e. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus. f. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral. g. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi meliputi: 1. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan. 2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ. 3. Sepsis 4. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak selanjutnya. Prognosis Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan sebelumnya serta efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat sangat penting.

Referat: Retensio Plasenta Pendahuluan Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (early postpartum hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (late postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan. Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena: a). plasenta belum lepas dari dinding uterus; atau b). plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan. Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena: a). kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva); b). plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta). Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). Insiden Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%–60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16%–17% Di RSU H. Damanhuri Barabai, selama 3 tahun (1997–1999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%) berakhir dengan kematian ibu. Anatomi Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis). Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis. Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua. Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin. Etiologi dan Patogenesis Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta. Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat oto miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti. Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu: 1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis. 2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm). 3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa. 4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta : 1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring. 2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi di cornu; dan adanya plasenta akreta. 3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus. Gejala Klinis a. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan. b. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus. Pemeriksaan Penunjang a. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat. b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain. Diagnosa Banding Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua. Penanganan Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah: a. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah. b. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi. c. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus. d. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus. e. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus. f. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral. g. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi meliputi: 1. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan. 2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ. 3. Sepsis 4. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak selanjutnya. Prognosis Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan sebelumnya serta efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat sangat penting.

Kegawatan Maternitas

Kegawatan Maternitas 1. Danger (bahaya) Kenali bahaya untuk diri sendieri dan pasien, kita mengunakan Handscone dan masker untuk proteksi diri 2. Respons Priksa kesadaran Klien dengan cara memanggil klien, jika tidak berespon tebuk bahu klien dan jika tidak berespon segera panggil bantuan 3. Airway Bersihkan jalan napas, buka jalan napas dengan tehnik Head till chin Lift ( miringkan kepala dan angkat bahu) 4. Breathing Periksa pernapasan dengan cara · Look : dilihat pergerakan dada · Listen : dengarkan sauara napas · Feel : rasakan hembusan udara yang keluar 5. Circulation Periksa adanya perdarahan atau tidak, cek nadi karotis bila tidak teraba dilakukan ventilasi 2 kali dengan cara : · Mouth to mouth · Mouth to mask · BVM 1. Kegawatan Kehamilan - Trimester I a. Abortus jenis-jenis abortus dan penatalaksanaannya a) Aborsi Yang Mengancam (Abortus Iminens) Aborsi yang mengancam berhubungan dengan perdarahan dari letak Placenta dimana tidak cukup hebat untuk mengahiri kehamilan biasanya terjadi dalam 12 minggu pertama. Tanda dan gejala: 1) Darah merah terang/coklat yang bukan melalui Vagina 2) Nyeri ringan pada Abdomen/ nyeri punggung 3) Ostium serviks etertutup dan membran utuh Penanganan: 1) Pasien harus ditenangkan dan dianjurkan berbaring 2) Monitor TTV 3) Hitung total volume darah yang keluar 4) Rujuk ke Rumah Sakit Penatalaksanaan di Rumah Sakit: 1) Bedrest 2) Pemberian obat Sedatif 3) Catat dan kaji TTV 4) Lakukan USG b) Aborsi yang Tidak dapat Dihindari (Abortus Insipien) Suatu oborsi dipertimbankan menjadi tak dapat dihindari ababila serviks berdilatasi keadaan ini biasanya terjadidalam 12 minggu kehamilan Tanda dan Gejala : 1) Darah merah terang keluar melalui vagina 2) Nyeri abdomen yang teratur 3) Pasien cepas dan tidak tenang Penanganan : 1) Pasien harus ditenangkan 2) Catat dan kaji TTV Penatalaksanaan di Rumah Sakit 1) Bedrest 2) Pemberian obat analgetik dan sedative 3) Catat dan kaji TTV 4) Lakukan USG c) Abortus Incomplit (Keguguran tidak lengkap) Sebagian dari buah kehamilan telah dilakukan tapi sebagian (biasanya jaringan plasenta) masih tertingal di dalam rahim. Tanda dan gejala : 1. setelah terjadi Abortus dengan pengeluaran jaringan perdarahan berlangsung terus menerus 2. serviks tetap terbuka Penatalaksanaan : Abortus incomplit harus segera dibersihkan dengan Curettage atau secara digital. Selama masih ada sisa-sisa placenta akan terjadi terus perdarahan d) Abortus komplit (keguguran lengkap) Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap maka hendaknya pada Abortus ini kita priksa jaringan yang dilahirkan. e) Abortus Provokatus (disenagaja digugurkan) - Abortus provokatus theraphitikus. Yaitu untuk tindakn terapi pada ibu-ibu yang memilki penyakit jantung - Abortus kriminalis. Adalah penguguran kehamilan tanpa alasan medis yang syah dan dilarang oleh hukum. b. KET ( kehamilan ektopik terganggu) 1. kehamilan Tuba tanda dan gejala: - nyeri perut - Amenore - perdarahan pervagina - terjadi syok hepovolemik - gangguan BAK pemeriksaan diagnostik - Reaksi Galli mainni : (+) jika ada kehamilan, (-) jika tidak berarti - Dauglas fungsi :jarum besar yang di hubungkan dengan spuit di tusukan kedalam kavum dauglas ditempat kavum dauglas menonjol kedalam vornik posterior, (+) jika darah berwarna merah tua, tidak membeku setelah di hisap terdapat gumpalan-gumpalan darah kecil pengobatan : segera dilakukan oprasi salphingektomi denagn pemberian tranfusi darah 2. Kehamilan abdominal Tanda dan gejala; 1. pergerkan anak dirasakan nyeri oleh ibu 2. BJA lebih jelas terdenagar 3. bagian anak lebih mudah teraba 4. sakit perut hebat disertai pusing Penatalaksanaan: 1. Oprasi ditujukan untuk melahirkan anak saja sedangkan lasebta ditinggalkan 2. Plasenta yang ditinggalkan lambat laun akn di resorbsi 3. tranfusi jika diperlukan 3. kehamilan ovarial Jarang terjadi dan biasanya terjadi dengan ruktur dengan hamil muda untuk Mendiagnosa kehamilan ovarial harus dipenuhi kriteria dari spiegel berb. - Trimester II 1. prekalamsi 2. Eklamsi - Trimester III a. Plasenta Privia tanda dan gejala 1. Perdarahan tanpa nyeri 2. perdarahan berulang ulang 3. Perdarhan keluar banyak 4. teraba jaringan palsenta 5. Robekan selaput marginal Terapi : a. Terapi aktif - cara vaginal untuk mengadakan tekanan pada plasenta dan penutup perdarah dengan tampol - Dengan SC untuk mengosongkan rahim b. Terapi Ekspektif - pemecahan ketuban - versi Braxton Hick adalah tampon placenta dengan bokong b. Solusio placenta Tanda dan gejala : - Perdarahan disertai nyeri - Anemi dan syok - Perdarahan keluar sedikit - Palpasi sukar karena rahim keras Terapi : 1. Terapi umum -pemberian darah cukup -pemberian O2 -pemberian antibiotik -pada syok diberikan Kortikostreroid 2. Terapi obstetri pimpin persalina pada pasien bertujuan untuk pempercepat persalinan sedapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam. 2.Kegawatan Persalinan a. Robekan Rahim tanda dan gejala : 1. Sewaktu kontrksi pasien tiba-tiba nyeri 2. His berhenti 3. perdarhan pervagina 4. BJA tidak ada 5. Hematuri 6. Syok Terapi : 1. Jika sudah didiagnosa ruptur uteri tidak usah melahirkan anak pervaginal 2. Oprasi laparatomi untuk menggkat rahim yang robek 3. Tranfusi darah 4. Post op pasien diletakan secara fowler supaya infeksi terbatas pada prlvis dan diberi antibiotik dalam dosis tinggi. 3.Kegawatan post partum I. Penertian adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998). II. Etiologi Penyebab umum perdarahan postpartum adalah: 1. Atonia Uteri 2. Retensi Plasenta 3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban - Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta) - Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia) 4. Trauma jalan lahir a. Episiotomi yang lebar b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim c. Rupture uteri 5. Penyakit darah Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia /hipofibrinogenemia. Tanda yang sering dijumpai : - Perdarahan yang banyak. - Solusio plasenta. - Kematian janin yang lama dalam kandungan. - Pre eklampsia dan eklampsia. - Infeksi, hepatitis dan syok septik. 6. Hematoma 7. Inversi Uterus 8. Subinvolusi Uterus III. Manifestasi Klinis Gejala Klinis umum yang terjadic adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual. Gejala Klinis berdasarkan penyebab: a. Atonia Uteri: Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer) Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain) b. Robekan jalan lahir Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik. Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil. c. Retensio plasenta Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta) Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang. e. Inversio uterus Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat. Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat IV. Patofisiologi Faktor Etiologi Kontraksi uterus menurun Pembuluh-pembuluh darh melebar dan tidak menutup sempurna untuk meningkakat sirkulasi Sehingga perdarahan terus-menerus Syok Hipovolemik Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim. Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim. Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir. Penyebab retensio plasenta : Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Perdarahan Postpartum akibat Subinvolusi Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Perdarahan Postpartum akibat Inversio Uteri Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah V. Pemeriksaan Penunjang a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000) c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan VI. Terapi Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut : · Pijat dengan lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian bawah untuk menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada terhadap kekuatan pemijatan. Pemijatan yang kuat dapat meletihkan uterus, mengakibatkan atonia uteri yang dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan lembut. Perdarahan yang signifikan dapat terjadi karena penyebab lain selain atoni uteri. · Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uteri. Bila perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan. · Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai selama berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna merah dan uterus yang relaksasi yang berindikasi atoni uteri atau fragmen plasenta yang tertahan. Perdarahan vagina berwarna merah terang dan kontra indikasi uterus, mengindikasikan perdarahan akibat adanya laserasi. · Berikan kompres es salama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang beresiko mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk, gunakan rendam duduk setelah 12 jam. · Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan ukuran jarum 18, untuk pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim contoh darah untuk penentuan golongan dan pemeriksaan silang, jika pemeriksaan ini belum dilakukan diruang persalinan. · Pemberian 20 unit oksitodin dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal, terbukti efektif bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt bersama dengan mengurut uterus secara efektif · Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV, dapat merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik, untuk mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta. · Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukan kateter foley untuk memastikan keakuratan perhitungan haluaran. · Berikan oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10 L/menit bila terdapat tanda kegawatan pernafasan. VII. Pemeriksaan Fisik a. Pemeriksaan tanda-tanda vital 1) Suhu badan Suhu biasanya meningkat sampai 380 C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal (360 C – 370 C), terjadi penurunan akibat hipovolemia 2) Nadi Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat. 3) Tekanan darah Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia 4) Pernafasan Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal. b. Pemeriksaan Khusus Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi : 1. Nyeri/ketidaknyamanan Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan) Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma) 2. Sistem vaskuler § Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam berikutnya § Tensi diawasi tiap 8 jam § Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah § Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan § Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni purpura. 3. Sistem Reproduksi a. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat jam post partum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas d. Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak e. Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan (sub involusi) 4. Traktus urinarius Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain 5. Traktur gastro intestinal Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi 6. Integritas Ego VIII. ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Riwayat kesehatan dahulu riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa plasenta 2. Riwayat kesehatan sekarang Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual. 3. Riwayat kesehatan keluarga Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular. - Riwayat obstetrik a. Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan waktu haid, HPHT b. Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai hamil c. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu mas, ketakutan dan khawatir B. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang berlebihan 2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia 3. Ansietas berhungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan pada status kesehatan atau kematian, respon fisiologis 4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, Stasis cairan tubuh, penurunan Hb 5. Resiko tinggi terhadap nyeri berhubungan dengan trauma/ distensi jaringan 6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan atau tidak mengenal sumber informasi C. Rencana Keperawatan pada Pasien Perdarahan Postpartum No Diagnosa Intervensi Rasional 1 Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskuler berlebihan Tujuan : Volume cairan adekuat Hasil yang diharapkan: - TTV stabil - Pengisian kapiler cepat - Haluaran urine adekuat Intrevensi : 1. Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan, perhatikan faktor-faktor penyebab atau memperberat perdarahan seperti laserasi, retensio plasenta, sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amnion. 2. Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan ; timbang dan hitung pembalut ; simpan bekuan darah, dan jaringan untuk dievaluasi oleh dokter. 3. Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan perlahan masase penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatakan tangan kedua tepat diatas simfisis pubis 4. Perhatikan hipotensi / takikardia, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar, kuku, membran mukosa dan bibir. 5. Pantau parameter hemodinamik, seperti tekanan vena sentral atau tekanan bagi arteri pulmonal, bila ada 6. Pantau masukan aturan puasa saat menentukan status/kebutuhan klien 7. Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologi 2 . Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemi Tujuan : Tidak terjadi perfusi jaringan Kriteria hasil : · Menunjukkan tanda-tanda vital dalam rentang normal · Ekstremitas hangat · Kapiler refill <> 35 tahun § Paritas > 3 kali § Inaktivitas § Kelahiran cesar § Diabetes mellitus

GAGAL GINJAL KRONIK (CHRONIC RENAL FAILURE)

I. Pengertian Gagal ginjal kronik merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnya tidak riversibel dan cukup lanjut. (Suparman, 1990: 349). Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung dalam beberapa tahun (Lorraine M Wilson, 1995: 812). II. Etiologi 1. Gout menyebabkan nefropati gout. 2. Diabetes Mellitus yang menyebabkan nefropati DM. 3. SLE yang menyebabkan nefropati SLE. 4. Riwayat batu yang menyebabkan penyakit ginjal glomerular. 5. Riwayat edema yang mengarah ke penyakit ginjal glomerular. 6. Riwayat penyakit ginjal dalam keluarga (yang diduga mengarah ke penyakit ginjal genetik). III. Klasifikasi Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka GGK dapat di klasifikasikan menjadi 4, dengan pembagian sebagai berikut: 1. 100-76 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal berkurang. 2. 75-26 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal kronik. 3. 25-5 ml/mnt, disebut gagal ginjal kronik. 4. <> IV. Komplikasi 1. Hipertensi. 2. Infeksi traktus urinarius. 3. Obstruksi traktus urinarius. 4. Gangguan elektrolit. 5. Gangguan perfusi ke ginjal. V. Gejala dan tanda 1. Hematologik Anemia normokrom, gangguan fungsi trombosit, trombositopenia, gangguan lekosit. 2. Gastrointestinal Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva. 3. Syaraf dan otot Miopati, ensefalopati metabolik, burning feet syndrome, restless leg syndrome. 4. Kulit Berwarna pucat, gatal-gatal dengan eksoriasi, echymosis, urea frost, bekas garukan karena gatal. 5. Kardiovaskuler Hipertensi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema. 6. Endokrin Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan seksual, libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan metabolisme vitamin D. VI. Pemeriksaan penunjang 1. Radiologi Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi yang terjadi. 2. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/ obstruksi) Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa. 3. IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat. 4. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat. 5. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal. 6. Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi perikardial. 7. Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama untuk falanks jari), kalsifikasi metastasik. 8. Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini dianggap sebagai bendungan. 9. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang reversibel. 10. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia). 11. Biopsi ginjal : 12. Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang, kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik : - Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan hipoalbuminemia. - Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah. - Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada diet rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun. - Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan. - Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis. - Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis 1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK. - Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang. - Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah protein. - Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan ferifer) - Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan, peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya lipoprotein lipase. - Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal. VII. Penatalaksanaan 1. Tentukan dan tatalaksana terhadap penyebab. 2. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam. 3. Diet tinggi kalori rendah protein. 4. Kendalikan hipertensi. 5. Jaga keseimbangan eletrolit. 6. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang akibat GGK. 7. Modifikasi terapi obat sesuai dengan keadaan ginjal. 8. Deteksi dini terhadap komplikasi dan berikan terapi. 9. Persiapkan program hemodialisis. 10. Transplantasi ginjal.

CA MAMMAE

CA MAMMAE A. Definisi Kanker Payudara (Ca Mammae) Suatu keadaan di mana sel kehilangan kemampuannya dalam mengendalikan kecepatan pembelahan dan pertumbuhannya. Normalnya, sel yang mati sama dengan jumlah sel yang tumbuh. Apabila sel tersebut sudah mengalami malignansi/ keganasan atau bersifat kanker maka sel tersebut terus menerus membelah tanpa memperhatikan kebutuhan, sehingga membentuk tumor atau berkembang “tumbuh baru” tetapi tidak semua yang tumbuh baru itu bersifat karsinogen. (Daniele gale 1996). B. Insiden Setiap tahun di diagnosis 183.000 kasus baru kanker payudara di amerika serikat. Bukan hanaya kanker payudara saja lebih banyak mengenai wanita dari pada pria. Pada usia 85 satu dari sembilan wanita akan mengalami kanker payudara. Kemampuan pasien yang di diagnosis kanker payudara bertahan hidup masih mencapai 5 tahun sejak awal di diagnosis kanker payudara sekitar 93 %. Jika kanker telah menyebar secara regional saat di diagnosis kemampuan bertahan hidup selama 5 tahun menjadi 72 % dan untuk seseorang dengan metastasis yang luas saat di diagnosis kemampuan bertahan hidupnya hanya 18 %. C. Etiologi Faktor resiko untuk kanker payudara meliputi: 1. Usia di atas 40 tahun. 2. Ada riwayat kanker payudara pada individu atau keluarga. 3. Menstruasi pada usia yang muda/ usia dini. 4. Manopause pada usia lanjut. 5. Tidak mempunyai anak atau mempunyai anak pertama pada usia lanjut. 6. Penggunaan esterogen eksogen dengan jangka panjang. 7. Riwayat penyakit fibrokistik. 8. Kanker endometrial, ovarium atau kanker kolon. Akan tetapi hanya 25 % wanita yang mengalami kanker payudara mempunyai beberapa faktor resiko ini. Karena itu salah satu faktor resiko yang paling penting adalah sangat sederhana yaitu wanita. Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan diet di antara masukan tinggi lemak, kegemukan dan terjadinya kanker payudara, tetapi hubungan ini belum di ciptakan secara pasti. D. Patofisiologi Neoplasma merupakan kelopmpok sel yang berubah dengan ciri prolifersai sel berlebihan dan tidak berguna yang tidak mengikuti pengaruh struktur jaringan sekitarnya. Neoplasma yang maligna terdiri dari sel-sel kanker yang menunjukkan proliferasi yang tidak terkendali sehingga mengganggu fungsi jaringan normal dengan menginfiltrasi dan memasuki dengan cara etastasis. Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel dimana telah terjadi transformasi maligna dan berubah menjadi sekelompok sel-sel ganas diantara sel normal. Proses jangka panjang terjadinya kanker adalah sebagai berikut : 1. Fase induksi : 15-30 tahun 2. Fase in situ : 1-5 tahun 3. Fase invasi 4. Fase desiminasi : 1-5 tahun E. Tanda dan Gejala Fase awal kanker payudara asimptomatik (tanpa ada tanda dan gejala). Tanda awal yang paling umum terjadi adalah adanya benjolan atau penebalan pada payudara. Kebanyakan 90 % ditemukan oleh wanita itu sendiri, akan tetapi di temukan secara kebetulan, tidak dengan menggunakan pemeriksaan payudara sendiri (sarari), karena itu yayasan kanker menekankan pentingnya melakukan sadari. Tanda dan gejala lanjut dari kanker payudara meliputi kulit sekung (lesung), retraksi atau deviasi puting susu, dan nyeri, nyeri tekan atau rabas khususnya berdarah, dari putting. Kulit Peau d’ orange, kulit tebal dengan pori-pori yang menonjol sama dengan kulit jeruk, dan atau ulserasi pada payudara keduanya merupakan tanda lanjut dari penyakit. Tanda dan gejala metastasis yang luas meliputi nyeri pada daerah bahu, pinggang, punggung bagian bawah, atau pelvis, batuk menetap, anoreksi atau berat badan yang turun, gangguan pencernaan, pusing, penglihatan yang kabur dan sakit kepala. F. Klasifikasi Kanker Payudara Klasifikasi kanker payudara menurut WHO (1968) : 1. Karsinoma duktal menginfiltrasi adalah tipe histologis yang paling umum merupakan 75% dari semua jenis kanker payudara. Kanker ini sangat jelas karena keras sat dipalpasi dan bermetastase ke nodus aksila. Prognosisnya lebih buruk dibandingkan tipe kanker yang lain. 2. Karsinoma medular merupakan 6% dari kanker payudara dan tumbuh dalam kapsul dalam duktus. Prognosisnya lebih baik. 3. Kanker musinus merupakan 3% dari kaknker payudara. Prognosisnya lebih baik dari tipe kanker payudara yang lain. 4. Kanker duktal-tubular merupakan tipe yang jarang terjadi dan merupakan 2% dari kanker payudara dengan metastase aksilaris secara histologi tidak lazim. Prognosis sangat baik. 5. Kanker inflamatori adalah tipe kanker payudara yang jarng (1%-2%) dengan gejal yang berbeda dengan kanker yang lain yaitu dengan nyeri tekan dan sangat nyeri. Payudara secara abnormal membesar dan keras. Kulit diatas tumor merah dan agak kehitaman, sering terjadi edema dan retraksi puting susu. G. Komplikasi Komplikasi dari kanker payudara adalah metastase ke tulang, jika hal itu terjadi di tulang belakang maka akan terjadi kompresi medula spinalis. H. PEMERIKAAN PENUNJANG 1. Laboratorium a. Morfologi sel darah b. laju endap darah c. Tes tumor marker (Carsino Embrionic Antigen / CEA) dalam serum atau plasma d. Pemeriksaan sitologik 2. Tes diagnosa lainnya a. Non invasif 1) Mamografi 2) Radiologi (thorak) 3) USG 4) MRI 5) Positive Emission Tomografi (PET) b. Invasif 1) Biopsi (AJH) 2) Tru-Cut atau Core Biopsi 3) Insisi Biopsi 4) Eksisi Biopsi

Tali Pusat Menumbung

Tali Pusat Menumbung Tali Pusat Menumbung adalah keadaan tali pusat ada di samping atau di bawah bagian terbawah janin. Meskipun merupakan komplikasi yang jarang – kurang dari 1 persen (0.3 sampai 0.6 persen) – tetapi artinya besar sekali oleh karena angka kematian janin yang tinggi dan bahaya untuk ibu bertambah besar akibat tindakan operatif yang digunakan dalam penanganannya. Penekanan tali pusat antara bagian terbawah janin dengan panggul ibu mengurangi atau menghentikan aliran darah ke janin dan bila tidak dikoreksi akan menyebabkan kematian bayi. KLASIFIKASI TALI PUSAT MENUMBUNG Presentasi tali pusat. Ketuban utuh. Tali pusat menumbung. Ketuban pecah. Tali pusat menempati salah satu dari tiga kedudukan: 1. Terletak di samping bagian terbawah janin di PAP. Penumbungan yang tidak begitu nyata seperti ini lebih sering dari yang umumnya diduga. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian bayi dalam persalinan tanpa meninggalkan bukti-bukti sedikitpun pada persalinan per vaginam. 2. Turun ke vagina. 3. Melewati introitus dan ke luar dari vagina. ETIOLOGI Bila bagian terbawah janin tidak menutup dan mengisi PAP dengan sempurna maka ada bahaya terjadinya tali pusat menumbung. Risikonya lebih besar pada presentasi majemuk dan bila ketuban pecah. Etiologi fetal 1. Presentasi abnormal: Presentasi abnormal terdapat pada hampir setengah kasus-kasus tali pusat menumbung. Oleh karena 95 persen presentasi adalah kepala. sebagian besar tali pusat menumbung terjadi pada presentasi kepala. Meskipun demikian insidensi relatif yang paling tinggi berturut-turut adalah sebagai berikut: (1) letak lintang; (2) presentasi bokong. terutama bokong kaki; dan (3) presentasi kepala. 2. Prematuritas. Dua faktor memainkan peranan dalam kegagalan untuk mengisi PAP: (1) bagian terbawah yang kecil, dan (2) seringnya kedudukan abnormal pada persalinan prematur. Kematian janin tinggi. Salah satu sebabnya adalah karena bayi yang kecil tidak tahan terhadap trauma dan anoksia. Sebab yang lain adalah keengganan melakukan ope-rasi besar pada ibu jika kemungkinan untuk menyelamatkan bayinya hampir tidak ada. 3. Kehamilan ganda. Faktor-faktor yang berpengaruh di sini meliputi gangguin adaptasi, frekuensi presentasi abnormal yang lebih besar, insidensi hydramnion yang tinggi, dan pecahnya ketuban anak kedua selagi masih tinggi. 4. Hydramnion. Ketika ketuban pecah, sejumlah besar cairan mengalir ke luar dan tali pusat hanyut ke bawah. Etiologi maternal dan obstetrik 1. Disproporsi kepala panggul: Disproporsi antara panggul dan bayi menyebabkan kepala tidak dapat turun dan pecahnya ketuban dapat diikuti tali pusat menumbung. 2. Bagian terendah yang tinggi: Tertundanya penurunan kepala untuk sementara dapat terjadi meskipun panggul normal, terutama pada multipara. Bila pada saat ini ketuban pecah maka tali pusat dapat turun ke bawah. Etiologi dari tali pusat dan plasenta 1. Tali pusat yang panjang: Semakin panjang tali pusat maka semakin mudah menumbung. 2. Placenta letak rendah: Jika plasenta terletak dekat cervix maka ia akan menghalangi penurunan bagian terendah. Di samping itu insersi tali pusat lebih dekat cervix. Etiologi iatrogenik: Sepertiga kali pusat menumbung terjadi selama tindakan obstetrik. 1. Pemecahan ketuban secara artifisial. Bila kepala masih tinggi, atau bila ada presentasi abnormal maka pemecahan ketuban dapat diikuti dengan tali pusat menumbung. 2. Pembebasan kepala dari PAP. Kepala dinaikkan ke atas panggul untuk mempermudah putaran paksi. 3. Fleksi kepala yang semula dalam keadaan ekstensi. 4. Versi ekstraksi. 5. Pemasangan kantong (sekarang jarang dilakukan). DIAGNOSIS TALI PUSAT MENUMBUNG Diagnosis tali pusat menumbung dibuat dengan dua cara: (1) melihat tali pusat di luar vulva, dan (2) meraba tali pusat pada pemeriksaan vaginal. Oleh karena kematian janin tinggi bila tali pusat sudah keluar melalui introitus, harus dicari cara-cara untuk dapat menegakkan diagnosis lebih awal. PEMERIKSAAN VAGINAL Pemeriksaan vaginal harus dilakukan: 1. Jika terjadi gawat janin yang tidak diketahui sebabnya. dan terutama jika bagian terbawah belum turun. Sayangnya mungkin gawat janin merupakan gejala yang akhir. 2. Jika ketuban pecah dengan bagian terendah yang masih tinggi. 3. Pada semua kasus malpresentasi pada waktu ketuban pecah. 4. Jika bayinya jelas prematur. 5. Pada kasus-kasus kembar. PROGNOSIS Persalinan Persalinan tidak terpengaruh oleh tali pusat menumbung. Ibu Bahaya untuk ibu hanya apabila dilakukan tindakan traumatik untuk menyelamatkan bayi. Janin Kematian perinatal tak dikoreksi sekitar 35 persen. Harapan untuk bayi tergantung pada derajat dan lamanya kompresi tali pusat dan interval antara diagnosis dan kelahiran bayi. Nasib janin tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut: 1. Semakin balk keadaan janin pada waktu diagnosis dibuat, semakin besar harapan hidupnya. Tali pusat yang berdenyut keras merupakan gejala yang balk dan sebaliknya tali pusat yang berdenyut lemah berarti tidak balk. 2. Semakin cepat bayi dilahirkan setelah tali pusat turun ke bawah, semakin baik hasilnya. Penundaan lebih dari 30 menu memperbesar kematian janin empat kali. 3. Janin yang lebih tua utnur kehamilannya lebih besar pula kemampuannya bertahan terhadap proses-proses traumatik. 4. Semakin kurang trauma pada kelahiran bayi, semakin baik prognosis untuk ibu dan anak. 5. Pembukaan cervix mungkin merupakan faktor yang terpenting. Jika pembukaan -Judah lengkap pada waktu diagnosis dibuat maka akan banyak bayi yang dapat diselamatkan. Semakin kecil pembukaan prognosisnya semakin jelek. Perkecualian untuk ini adalah jika dapat dilakukan sectio caesarea dengan segera. dalam hal mana prognosisnya sama baik atau lebih balk pada pembukaan cervix yang masih kecil. 6. Kematian janin bertambah dengan semakin panjangnya interval antara pecahnya ketuban dan kelahiran bayi. PENANGANAN TALI PUSAT MENUMBUNG Tali pusat menumbung dibiarkan dan persalinan diteruskan pada keadaan-keadaan sebagai berikut: 1. Bila janin sudah meninggal. 2. Bila janin diketahui abnormal (mis. anencephalus). 3. Bila janin masih sangat prematur sehingga tidak ada harapan untuk dapat hidup. Tidak ada gunanya memberikan risiko pada ibu. Usaha-usaha untuk mengurangi kompresi tali pusat dan memperbaiki keadaan janin adalah sebagai berikut: 1. Penolong memasukkan satu tangan ke dalam vagina dan mendorong bagian terendah ke atas menjauhi tali pusat. Pada waktu yang bersiumum dilakukan persiapan untuk menolong persalinan. 2. Pasien diletakkan dalam sikap lutut-dada (knee chest) atau Trendelenburg, dengan pinggul di atas dan kepala di bawah. 3. Diberikan oksigen dengan masker kepada ibu. 4. Denyut jantung janin sering diperiksa dengan teliti. 5. Dilakukan pemeriksaan vaginal untuk menentukan presentasi, pembukaan cervix, turunnya bagian terendah dan keadaan tali pusat. Jika pembukaan sudah lengkap dilakukan usaha-usaha untuk pelbagai presentasi sebagai berikut: 1. Presentasi kepala, kepala rendah di dalam panggul: Ekstraksi dengan forceps. 2. Presentasi kepala, kepala tinggi: versi ekstraksi. Cara ini mengandung bahaya terjadinya ruptura uteri tetapi oleh karena ini merupakan usaha dalam keadaan putus asa untuk menyelamatkan anak maka risiko tersebut harus diambil. 3. Presentasi bokong: Kedua kaki diturunkan dan bayi dilahirkan sebagai presentasi bokong kaki secepat mungkin. 4. Letak lintang: Versi dalam menjadi presentasi kaki dan segera dilakukan ekstraksi. Jika pembukaan belum lengkap dilakukan usaha-usaha sebagai berikut: 1. Sectio caesarea merupakan pilihan utama selama bayinya cukup bulan dan dalam keadaan baik. Nasib bayi pada sectio caesarea jauh lebih baik dibanding kelahiran dengan cara lain. Bahaya untuk ibu juga sangat kurang dibanding dengan melahirkan bayi secara paksa pada pembukaan yang belum lengkap. Sementara dilakukan persiapan operasi. diadakan usaha-usaha untuk mengurangi kompresi tali pusat seperti tersebut di atas. 2. Reposisi tali pusat dapat dicoba jika tidak dapat dikerjakan sectio caesarea. Tali pusat dihawa ke atas ke dalam uterus. sedang bagian terendah janin didorong ke bawah masuk panggul kemudian ditahan. Kadang-kadang reposisi tali pusat berhasil tetapi umumnya kita kehilangan banyak waktu yang berharga pada waktu melakukannya. 3. Jika usaha ini tidak berhasil. pasien dipertahankan dalam posisi Trendelenburg dengan harpan tali pusat tidak tertekan sehingga bayi tetap dapat hidup sampai pembukaan menjadi cukup lebar untuk memungkinkan lahirnya bayi. 4. Dilatasi cervix secara manual, insisi cervix, dan cara-cara lain untuk memaksakan pembukaan cervix tidak akan pernah dapat diterima. Keberhasilannya kecil sedang risiko untuk ibu besar. Profilaksis Manipulasi obstetrik yang memungkinkan ketuban pecah prematur (seperti pemecahan ketuban secara artifisial pada kepala yang belum turun atau pada adanya malpresentasi) dan yang memperbesar insidensi tali pusat menumbung harus dihindari. Pasien-pasien yang ketubannya pecah di rumah baik sebelum atau dalam persalinan harus dikirim ke rumah sakit. LILITAN TALI PUSAT Jenis lilitan tali pusat yang paling sering dijumpai adalah lilitan tali pusat sekitar leher anak. Dari waktu ke waktu dijumpai lilitan tali pusat sebanyak empat kali dan pernah dilaporkan ada yang sampai sembilan kali. Tali pusat dapat membentuk lilitan sekitar badan, bahu, dan tungkai atas atau bawah. Keadaan ini dijumpai pada air ketuban yang berlebihan, tali pusat yang panjang, dan bayi yang kecil. Dalam kehamilan umumnya tidak timbul masalah. Kadang-kadang pada waktu janin turun dalam persalinan lilitan menjadi cukup kencang sampai mengurangi aliran darah yang melalui tali pusat dan mengakibatkan hipoksia janin. Hanya kadang-kadang saja lilitan tali pusat menyebabkan kematian janin atau bayi baru lahir. Tetapi pada kasus-kasus dengan lilitan tali pusat lehh sering dijumpai kelainan denyut jantung janin, air ketuban yang bercampur mekonium dan bayi-bayi yang memerlukan resusitasi. Telah dilaporkan nilai Apgar yang jauh Iebih rendah. Tidak pernah ada indikasi untuk melahirkan bayi secara radikal atau tergesa-gesa pada kelainan-kelainan tali pusat selain tali pusat yang menumbung. Pustaka Ilmu Kebidanan: Patologi Dan Fisiologi Persalinan

Kehamilan Kembar (Ganda)

Kehamilan Kembar (Ganda) Kejadian kehamilan kembar berdasarkan: • Greulich (1930) = 1 : 85. • Hellin = 1 : 89 ( Hukum Hellin). Jenis hamil ganda (kembar) 1. Monozigot a. Homolog-uniovuler. b. Jenis seks sama. c. 2 amnion dan 1 korion. d. 1 plasenta dengan aliran darah bersama. 2. Dizigot a. 2 amnion-2 korion dan 2 plasenta dengan aliran darah berbeda. b. Jenis seks berbeda atau dapat juga sama. c. Kejadian hamil ganda dizigot: Superkefundasi: • Kehamilan dua telur (ovum) hampir bersamaan dengan hubu¬ngan seks dalam waktu berdekatan. Superfetasi: • Kehamilan kedua terjadi selang waktu beberapa minggu. Komplikasi kehamilan ganda 1. Trimester pertama • Emesis gravidarum-hiperemesis gravidarum. • Lebih sering terjadi anemia hamil. • Abortus. 2. Trimester kedua/ketiga a. Persalinan prematuritas. b. Kehamilan dengan hidramnion. c. Pre-eklampsia-eklampsia. d. Kelainan letak. e. Antepartum bleeding—plasenta previa/solusio plasenta. f. Gangguan pertumbuhan janin. - Intrauterine grouth retardation- - Pertumbuhan prematuritas. - Terjadi anomali pertumbuhan. 3. Komplikasi pascapartus a. Atonia uteri dan perdarahan pascapartus. b. Retensio plasenta atau plasenta rest. c. Memerlukan tindakan lanjut: - Akardiakus asefalus - Akardiakus akornus. - Akardiakur amorfus sampai akardiakus papiraseus. d. Terjadi sindrom transfusi: • Satu janin tumbuh: • Pertumbuhan janin yang baik. • Polisetemia. • Edema. • Hidramnion. Janin yang lainnya terjadi: • Janin kecil sampai meninggal. • Menderita anemia. • Dehidrasi. • Oligohidramnion. e. Bila ada gangguan dalam segmentasi, dapat terjadi kembar siam (dempet). • Torakopagus. • Sifo-omfalopagus. • Pigopagus. • Iskiopagus. • Kraniopagus. f. Pada hamil dizigot, perbedaan kemampuan tumbuh kembang dapat membahayakan kehidupan lainnya dan menimbulkan: • Fetus kompresus atau fetus papiraseus. 4. Komplikasi saat inpartu a. Terjadi inersia uteri primer-sekunder. b. Persalinan memanjang, kelainan letak janin, dan memerlukan tindakan operasi. c. Terjadi ketuban pecah saat belum inpartu-permukaan kecil. d. Terjadi prolapsus tali pusat. e. Persalinan sulit sampai interlooking. f. Pada persalinan anak kedua: • Kelainan letak sehingga memerlukan tindakan operasi. • Terjadi solusio plasenta. Dasar diagnosis hamil ganda 1. Teraba • Dua bokong atau kepala berdekatan atau dua punggung. • Terasa banyak bagian kecil janin. • Teraba tiga bagian besar berdekatan. • Besar rahim melebihi umur kehamilan. • Terdapat kesan hidramnion. 2. Dengan USG • Sejak hamil muda sudah dapat ditentukan. • Hamil tua makin jelas. Referensi Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri, ginekologi, dan KB Oleh Ida Bagus Gde Manuaba

Kehamilan Dengan Diabetes Melitus

Kehamilan Dengan Diabetes Melitus Berdasarkan pola makanan di Indonesia, tidak banyak dijumpai kehamilan disertai diabetes melitus, hanya sekitar 0,7-1%. Kecurigaan terhadap kemungkinan hamil dengan diabetes melitus: 1. Sejarah kehamilan: • Penderita gemuk, sejarah keluarga banyak diabetes melitus. • Persalinan dengan berat bayi di atas 4 kg. • Kejadian abortus berulang tanpa sebab, sampai terjadi kematian janin dalam rahim. 2. Pada pemeriksaan akan dijumpai: a. Umur hamil di atas 30 tahun. b. Disertai: - Gemuk dan berat badan lebih. - Hipertensi. - Kehamilan dengan komplikasi: • Hidramnion. • Kesan makrosomia. • Pre-eklampsia-eklampsia. c. Komplikasi dapat terjadi: • Nefropati. • Retinopati. • Penyakit jantung koroner. • Gagal ginjal-total. Dasar diagnosis kehamilan pada diabetes melitus Diagnosis ditegakkan berdasarkan: a. Sejarah keluarga dengan diabetes mellitus. b. Kehamilan dengan sejarah abortus, kematian janin, atau bayi besar di atas 4 kg. c. Pemeriksaan alfa foto protein untuk mencari kemungkinan kelainan kongenital atau neurologic. d. Pemeriksaan gula darah di atas 140 mg/liter. e. Hasil glukosa toleransi tes abnormal: - Puasa kurang 90. - Jam 1 kurang 165. - Jam 2 kurang 145. - Jam 3 kurang 125. f. Kehamilan dengan cacat jasmani. Pengaruh timbal balik diabetes melitus dan kehamilan. Konsep pengaruh tersebut adalah: a. Hiperglisemia darah ibu terutama trimester I yang dengan bebas dapat masuk ke darah janin. b. Kompensasi janin adalah meningkatkan pengeluaran insulin sehingga dapat mempergunakan situasi hiperglisemia. c. Situasi hiperglisemia darah janin dapat menimbulkan berbagai penyulit: - Gangguan pertumbuhan alat vital central nervus system - Kelainan kongenital. - Janin besar makrosemia. - Gangguan sistem pembuluh darah plasenta dan menimbulkan kematian janin dalam rahim. d. Pascapartus situasi hiperglisemia darah menghilang dan menimbulkan hipoglisemia darah janin Pengaruh kehamilan terhadap diabetes melitus a. Pengendalian diabetes melitus pada kehamilan karena: • Emesis-hiperemesis gravidarum. • Pemakaian glukosa bertambah: • Tumbuh kembang janin dalam rahim. • Hiperplasia dan hipertropi jaringan saat hamil memerlukan glukosa bertambah. • Metabolisme basal ibu meningkat. • Efek insulin dikurangi oleh perubahan hormon: • Estrogen-progesteron. • Plasental laktogen. • Insulinase plasenta merusak insulin ibu. • Terjadi konpensasi pengeluaran insulin janin dari pankreas dan adrenal. b. Situasi hiperglisemia memudahkan infeksi hamil atau kala nifas. Diabetes melitus terhadap kehamilan Pengaruh diabetes melitus terhadap kehamilan dapat dibagi sebagai berikut: 1. Dalam kehamilan a. Insufisiensi plasenta menyebabkan: • Abortus-prematuritas. • Kematian janin dalam rahim. • Kelainan kongenital meningkat b. Komplikasi kehamilan dengan D.M.: • Hidramnion. • Mekrosomia diikuti kelainan letak janin. • Pre-eklampsia dan eklampsia. 2. Pengaruh diabetes melitus terhadap persalinan • Inersia uteri primer dan sekunder • Persalinan operatif makrosomia 3. Pengaruhnya terhadap masa nifas • Mudah terjadi infeksi sampai sepsis. 4. Pengaruh diabetes melitus terhadap janin • Gangguan insufisiensi placenta: • Abortus sampai kematian janin dalam rahim. • Makrosomia dengan komplikasinya. • Dismaturitas dan meningkatnya kematian neonates kelainan kongenital. • Kelainan neorologis sampai IQ rendah. • Kematangan paru terhambat menimbulkan RDS, asfiksia, dan lahir mati. Pustaka Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri, ginekologi, dan KB Oleh Ida Bagus Gde Manuaba